Malu

"Lihatlah orang yang berada di bawah kamu, dan jangan lihat orang yang berada di atas kamu, karena dengan begitu kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kamu." -- HR. Bukhari & Muslim

Kemacetan di Jalan Raya Dramaga saya rasa hampir terjadi setiap saat. Kapan pun melintasi jalan itu, entah pagi, siang, sore, ataupun malam selalu ada saja kepadatan lalu lintas. Volume kendaraan yang tak bisa ditampung lagi oleh jalan utama menuju kampus IPB Dramaga.Saya bersyukur untuk macet hari ini. Karena saya dapat bertemu dengan seseorang yang luar biasa.
Sesosok bapak berjalan di badan jalan samping kendaraan yang saya kendarai. Si bapak memikul satu box cukup besar di pundak kirinya. Kalau saya perhatikan mungkin umur bapak tersebut sudah lebih dari 60 tahun. Saya memutuskan untuk memarkirkan kendaraan saya dan menunggu bapak tersebut lewat.
Ternyata bapak menjual tahu kuning. lalu saya bertanya mengapa ia tidak berjualan di pasar saja. Bapak bilang tahunya kalah saing dengan kios-kios tahu yang ada di pasar. Tapi hal itu tidak membuatnya menyerah berjualan. Ia memilih untuk menjual tahunya dengan berjalan. Bapak bercerita bahwa setiap pagi mulai berjualan setelah subuh, dan memulai perjalanan di rumahnya yang terletak di Cibanteng. Bapak biasa menjual tahunya berkeliling daerah Dramaga.
Saat ku tanya berapa harga tahu yang ia jual, ia malah menjawab "Bapak jualnya sih 10 tahu dengan harga 7000, neng. Tapi kalo menurut neng tahunya kurang bagus terus neng ngerasa harga tahunya harusnya 10 itu 6000, gapapa neng. Ya pokoknya terserah neng aja mau kasih berapa, bapak takutnya bapak kasih harga kemahalan."
Saya kaget sekali mendengar jawaban bapak. Biasanya pedagang akan menaikkan harganya terlebih dahulu, karena mereka sudah paham dengan kebiasaan pembeli yang akan menawar harga yang mereka sudah tetapkan. Tapi, bapak ini berbeda. Beliau memberikan keleluasan pada saya untuk menuntukan harga yang saya inginkan untuk membeli tahu yang ia yakinkan bahwa tahu tersebut sangat lembut dan tanpa formalin.
Bapak... kau membuatku malu berkali-kali. Saya malu dengan kegigihan bapak yang dengan kondisi kaki yang sakit, bapak tetap mencari nafkah. Saya malu dengan keikhlasanmu yang memberikanku kebebasan untuk membayar berapa pun tahu yang kubeli di bawah harga yang telah kau tetapkan.
Bapak, semoga Allah memberikanmu keberkahan yang melimpah hari ini dan hari selanjutnya. Semoga dilain kesempatan kita dapat berjumpa lagi ya pak. Sayang sekali bapak tidak punya alat komunikasi supaya saya dapat menghubungi bapak dengan mudah.
Terima kasih untuk doa yang sempat kau ucapkan tadi.
Terima kasih bapak penjual tahu yang saya lupa menanyakan namamu.